Senin, 03 Desember 2012

CONTOH KASUS PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA BURUH ATAU DEMO BURUH


Pasal - Pasal yang terkait hukum perburuhan
            Pada awal mulanya hukum perburuhan merupakan dari hukum perdataan yang di atur dalam bab VII A Buku III KUHP pertentangan perjanjian kerja. namun pada perkembangannya tepatnya setelah indonesia merdeka hukum perburuhan mengalami perubahan dan penyempurnaan yang akhirnya terbitlah  UU no 22 tahun 1957. tentang penyelesaian perselisihan perburuhan UU no 14 tahun 1969 tentang pokok pokok ketenagakerjaan dan lain-lain.

Contoh kasus perburuhan :
Pada akhir lalu pada awal tahun 2012 telah terjadi aksi demo besar-besaran buruh di kawasan industri bekasi dan sekitarnya. Hal ini terjadi para buruh menolak keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung yang memerintahkan agar Gubernur Jawa Barat merevisi SK UMK tahun 2012. Upah buruh batal naik 30 persen dari UMK semula yaitu Rp1.491.000.
Para buruh yang kecewa atas pembatalam UMK merasa tidak terima, dan melakukan aksi demo dengan mengusung issu “pemiskinan” untuk menyebut upaya banding yang dilakukan Apindo yang tidak menaikan 30% UMR buruh.
            Aksi itu urung dilakukan setelah DPP Apindo Kabupaten Bekasi dengan Serikat Pekerja menyepakati beberapa poin dari pertemuan di Hotel Grand Sahid, Jakarta. Dalam kesepakatannya, DPP Apindo berjanji akan mencabut gugatannya di PTUN Bandung pada Kamis, 19 Januari 2012. Serikat Pekerja sepakat membatalkan rencana aksi demonstrasi tersebut.rnyata DPK Apindo Bekasi tak kunjung mencabut gugatannya di PTUN Bandung hingga waktu yang disepakati. Bahkan, para buruh menilai, kuasa penggugat tidak menunjukan itikad baik. Hingga pada Kamis, 26 Januari 2012, sidang PTUN Bandung membacakan putusan yang memenangkan gugatan DPK Apindo Bekasi. Majelis Hakim memerintahkan agar Gubernur Jabar merevisi SK UMK Tahun 2012. Tak pelak, para buruh pun langsung merespon dengan demo besar-besaran dengan memblokir rus tol Jakarta-Cikampek.

SOLUSI :
Apindo melangsungkan rapat dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, untuk menjelaskan akar permasalahan aksi mogok buruh ini.
·         Diadakannya mediasi antara perwakilan buruh dengan Apindo dan melakukan negoisassi diantara kedua belah pihak
·         Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) akhirnya mencabut gugatan atas putusan revisi upah minimum provinsi (UMK) yang resmi dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
·         Dengan adanya kesepakatan baru ini, Hatta melanjutkan, maka Gubernur Jawa Barat akan mencabut upaya banding terhadap putusan PTUN Bandung. Dalam rapat tersebut hadir pula para pengusaha yang diwakili Apindo dan serikat pekerja yang diwakili oleh SPSI, FSPMI, GSPMII, dan FSBDSI.
·         Hatta menjelaskan, kesepakatan besaran UMK tersebut akan direkomendasikan oleh Bupati Bekasi kepada Gubernur Jawa Barat guna ditetapkan sebagai Upah Minimum Kabupaten Bekasi sebagai pengganti Keputusan Gubernur Jawa Barat sebelumnya, Sementara itu, bagi perusahaan yang nyata-nyata tidak mampu untuk memenuhi UMK sebagaimana Keputusan Gubernur Jawa Barat, diberikan kelonggaran untuk menyampaikan permohononan penangguhan UMK kepada Gubernur Jawa Barat.
·         Guna menjaga suasana yang tetap kondusif dalam hubungan industrial dan menjaga iklim investasi serta daya saing industri Indonesia, maka Serikat Pekerja bersepakat bahwa kejadian ini yang pertama dan terakhir
·         Setelah dikeluarkan kesepakatan bersama ini, akan dilakukan pembahasan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2005 tentang Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak dengan melakukan fact finding dan benchmark tentang pemberlakuan upah minimum yang berlangsung selama ini terkait dengan kepatuhan pemberi kerja melaksanakan upah minimum
·         Seperti disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, kesepakatan itu adalah menetapkan UMK Bekasi Rp1.491.000. Untuk kelompok II ditetapkan sebesar Rp1.715.000 dan kelompok I senilai Rp1.849.000.

 Analisis dari sudut pandang pengusaha :
Pengusaha selalu berlindung di balik argumentasi kelangsungan hidup perusahaan. Tuntutan buruh akan memberikan tekanan terhadap biaya perusahaan. dengan produktifitas yang minim menuntut upah yang tinggi menimbulkan iklim usaha yang kurang sehat. untuk itu untuk menengahi kepentingan yang diminta harus ada kesepakatan perusahaan akan membayar upah yang tinggi jika produktivitas karyawan meningkat.

Analisis dari sudut pandang buruh :
Dalam sistem negara demokrasi seapapun mempunya hak untuk menyatakan pendapat atau berdemonstrasi tapi dalam prakteknya seharusnya tidak menggannggu jalanya fasilitas umum atau orang banyak dengan melumpuhkan akses jalan utama memberi image negatif bagi iklim investasi di dalam negeri. membuat investor lari untuk menanamkan investasinya di Indonesia.

Analisis dari sudut pemerintah : 
1.        Meningkatkan mutu tenaga kerja
Pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu tenaga kerja dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan bagi tenaga kerja. Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan dan produktivitas tenaga kerja. Dengan adanya pelatihan kerja diharapkan dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja sehingga mampu bersaing dengan tenaga kerja luar negeri.

2.        Memperluas kesempatan kerja
Pemerintah berupaya untuk memperluas kesempatan kerja dengan cara berikut ini, mendirikan industri atau pabrik yang bersifat padat karya, mendorong usaha-usaha kecil menengah, mengintensifkan pekerjaan di daerah pedesaan, meningkatkan investasi (penanaman modal) asing.

3.        Memperluas pemerataan lapangan kerja
Pemerintah mengoptimalkan informasi pemberitahuan lowongan kerja kepada para pencari kerja melalui pasar kerja. Dengan cara ini diharapkan pencari kerja mudah mendapatkan informasi lowongan pekerjaan.

4.        Memperbaiki sistem pengupahan
Pemerintah harus memerhatikan penghasilan yang layak bagi pekerja. Untuk itu pemerintah menetapkan upah minimum regional (UMR). Dengan penetapan upah minimum berarti pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan.

Sumber : 
http://www.aktual.co/ekonomi/160934sistem-upah-dituding-tak-berorientasi-keberlanjutan-usaha
http://syifa-rizkyka.blogspot.com/2012/03/aksi-demonstrasi-buruh-di-bekasi.html 
http://wahiedkarateskci.blogspot.com/2012/04/pasal-pasal-yang-terkait-hukum.html 







  



Senin, 12 November 2012

CSR (Corporate Social Responsibility)


Landasan Teori

Perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban. Pemikiran yang mendasari CSR (corporate social responsibility) yang sering dianggap inti dari Etika Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas. 

Beberapa hal yang termasuk dalam CSR ini antara lain adalah tatalaksana perusahaan (corporate governance) yang sekarang sedang marak di Indonesia, kesadaran perusahaan akan lingkungan, kondisi tempat kerja dan standar bagi karyawan, hubungan perusahan-masyarakat, investasi sosial perusahaan (corporate philantrophy). Berdasarkan teori diatas, disini akan membahas tentang CSR ( corporate social responsibility) dan bagaimana manfaat-manfaat bagi bagi masyarakat dan keuntungan bagi perusahaan dan contoh perusahaan yang telah menerapkan CSR.

Definisi CSR (corporate social responsibility)
Istilah CSR (Corporate Social Responsibility) mulai digunakan sejak tahun 1970a dan di Indonesia istilah CSR baru digunakan sejak tahun 1990-an. Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan CSR melalui kerjasama dengan mitra lain, seperti LSM, perguruan tinggi atau lembaga konsultan.
Dimana pengertian dari CSR (Corporate Social Responsibility) dapat didefenisikan sebagai Kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan profesional.
Undang-undang tentang CSR di Indonesia diatur dalam UU PT No.40 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1). UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Selajutnya lebih terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudiaan dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR.
Kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan professional merupakan wujud nyata dari pelaksanaan CSR di Indonesia dalam upaya penciptaan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan program yang dilakukan oleh sebuah perusahaan sebagai wujud tanggungjawab dan kepedulian sosial. Namun demikian, perlu disadari bahwa CSR bukan semata program sosial yang menjadikan perusahaan sebagai sebuah “lembaga amal” ataupun “bagian dari departemen sosial milik pemerintah”.
Tujuannya adalah agar semua pihak dapat beranjak dari pemahaman yang memadai ketika berbicara tentang CSR, yaitu sebagai suatu wahana yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Dengan pemahaman yang demikian, CSR tidak akan disalahgunakan hanya sebagai marketing gimmick untuk melakukan corporate greenwash atau pengelabuan citra perusahaan belaka.

MANFAAT BAGI MASYARAKAT :

- Dengan memperhatikan masyarakat, perusahaan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat
- Dengan memperhatikan lingkungan, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas hidup umat manusia dalam jangka panjang
- berpartisipasi dalam usaha mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan dampak bencana yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan

MANFAAT BAGI PERUSAHAAN :
 (1) Peningkatan profitabilitas bagi perusahaan dan kinerja
finansial yang lebih baik. Banyak perusahaanperusahaan besar yang mengimplementasikan program CSR menunjukan keuntungan yang nyata terhadap peningkatan nilai saham

(2)Menurunkan risiko benturan dengan komunitas masyarakat sekitar, karena sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri disebuah kawasan, dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun programprogram pengembangan masyarakat sekitar atau dalam pengertian kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait:

(3)Mampu meningkatkan reputasi perusahaan yang dapat dipandang sebagai social marketing bagi perusahaan tersebut yang juga merupakan bagian dari pembangunan citra perusahaan (corporate image building). Social Marketing akan dapat memberikan manfaat dalam pembentukan brand image suatu perusahaan dalam kaitannya dengan kemampuan perusahaan terhadap komitmen yang tinggi terhadap lingkungan selain memiliki produk yang berkualitas tinggi. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak positif terhadap volume unit produksi yang terserap pasar yang akhirnya akan mendatangkan keuntungan yang besar terhadap peningkatan laba perusahaan. Kegiatan CSR yang diarahkan memperbaiki konteks korporat inilah yang memungkinkan alignment antara manfaat sosial dan bisnis yang muaranya untuk meraih keuntungan materi dan sosial dalam jangka panjang.

Contoh perusahaan yang  menerapkan CSR (corporate social responsibility)
PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom).
Diantaranya salah satu program CSR oleh PT. Telkom adalah mengelola program Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang tersebar di seluruh Nusantara serta program CSRTELKOM lainnya yang terkait dengan pendidikan dan pembelajaran serta pengembangan industri kreatif melalui berbagai program inkubasi bisnis.
Selain itu PT Telkom juga mengeluarkan dana bergulir Program Kemitraan yang telah disalurkan sampai dengan Triwulan III 2011 sebesar Rp. 1.423.355.000,-, dengan jumlah Mitra Binaan 78.221 Mitra Binan

Berkat program yang sudah dilakukan PT. Telkom,tbk , PT. Telekomusikasi Indonesi memborong berbagai penghargaan, baik untuk kategori Program maupun Perorangan termasuk penghargaan CEO Terbaik untuk Direktur Utama Telkom dalam ajang Indonesia CSR Award (ICA) 2011 yang diselenggarakan bersamaan acara penutupan Konferensi Nasional III Corporate Forum for Community Development (CFCD) dan ISO SR 26000 di Jakarta, 15 Desember 2011.

http://www.telkom.co.id/pojok-media/siaran-pers/melalui-kegiatan-csr-telkom-tumbuh-bersama-masyarakat.html
http://mamrh.wordpress.com/2008/07/21/53/

http://www.djarumbeasiswaplus.org/artikel/content/1/Membangun-CSR-Berbasis-Masyarakat/

Selasa, 06 November 2012

Perlindungan konsumen dalam etika bisnis

Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
1.        Asas Manfaat
Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2.       Asas Keadilan
Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3.        Asas Keseimbangan
Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4.       Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5.       Asas Kepastian Hukum
Baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
Pasal 1 butir 1,2,dan 3 :
1.  Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen
2.   Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3.    Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Kasus penggunaan plastik pada bahan pembuatan makanan gorengan

pedagang gorengan karena ingin mendapatkan keuntungan yang lebih maka pedagang gorengan membuat tampilan gorengannya dengan tampilan semenarik mungkin dengan cara menggoreng barang dagangannya dengan tepung terigu pada minyak panas guna menarik konsumen, yang menjadi masalah adalah pedagang gorengan mencampurkan plastik pada minyak goreng tersebut. Kegiatan yg dilakukan oleh pedagang gorengan ini agar gorengan tersebut pada saat dikonsumsi oleh konsumen tetap garing dan renyah walaupun diletakan pada waktu yg lama. Kegiatan tersebut telah sering diungkap pada investigasi yang dilakukan oleh media massa.  Plastik tersebut mempunyai bahaya, bahaya jangka pendek diantaranya dapat menyebabkan sakit perut, mual dan muntah sedangkan bahaya jangka panjang adalah kanker. Tentu saja hal ini sangat merugikan konsumen.

Dari segi Etika Bisnis
Dalam kasus penggunaan plastik dalam makanan sangat tidak bisa dibenarkan dan melanggar perlindungan konsumen. sang produsen atau pedagang seharusnya memikirkan dampak yang akan menerpa konsumenya, tidak hanya memikirkan keuntungan semata-mata itu sama saja menjual racun dalam daganganya. Bahaya plastik adalah mengandung bahan kimia yang paling berbahaya yaitu Bisphenol A (BPA). Bahan ini menjadi pemicu sel kanker. Selain itu juga memperbesar risiko keguguran kandungan. Sedangkan bahaya lainnya adalah minyak goreng yang tidak diganti adalah berhubungan dengan kolestrol dan lemak jahat. selain itu tak hanya dari segi penggorengan dan plastik saja yang tidak memenhuhi kelayakan, dalam kemasannya menggunakan kertas juga membahayakan konsumen.

Solusi dari sisi Konsumen
Solusi dari sisi konsumen menurut saya adalah seharusnya  BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) lebih intensif beraksi, dengan melakukan razia dan sitaan kepada pedagang-pedagang yang bertindak curang, demi terjaganya perlindungan kepada konsumen di negeri ini. tidak hanya bergairah beraksi pada produk kadaluarsa atau barang ilegal impor.

Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Dalam Pasal 19 mengatur tanggung  jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Bentuk kerugian konsumen dengan ganti rugi dengn pengembalian uang, penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,  perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Disini jelas diterangkan bahwa jika ada pelaku usaha yang melakukan kesalahan terhadap produk yang diberikan konsumen, maka pelaku usaha di haruskan untuk bertanggung jawab dengan memberi ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, kerusakan dan kerugian yang di derita konsumen baik fisik ataupun materi.
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah:
1.       Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.       Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.       Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.       Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.       Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.       Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.       Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.       Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.       Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak pelaku usaha dalam pasal 6 UUPK adalah :
1.       Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2.       Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3.       Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4.       Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5.       Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Referensi :
http://qkidon1905.blogspot.com/2011/12/etika-dalam-kasus-praktek-bisnis-yang.html
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/03/03/makanan-berbahaya-bagi-kesehatan-dan-sikap-kita/
http://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/19/perlindungan-konsumen/





Selasa, 30 Oktober 2012

Kasus Perusahaan yang Menyimpang dari Good Corporate Governance (GCG)


Pengertian

Good corporate govermence atau yang dengan familiar dengan disingkat GCG adalah suatu praktik pengelolaan perusahaan secara amanah dan prudensial dengan mempertimbangkan keseimbangan pemenuhan kepentingan seluruh stakeholders. Dengan implementasi GCG / penerapan GCG, maka pengelolaan sumberdaya perusahaan diharapkan menjadi efisien, efektif, ekonomis dan produktif dengan selalu berorientasi pada tujuan perusahaan dan memperhatikan stakeholders approach.
Dalam Pedoman Pengkajian Penerapan GCG ini yang dimaksud dengan :

a. GCG adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai etika.

b. Transparansi adalah bahwa setiap proses serta hasil-hasil pekerjaan yang dilaksanakan dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan.

c. Independensi adalah bahwa setiap pekerjaan dan kegiatan perusahaan dilakukan secara
profesional dengan mengesampingkan pengaruh/ tekanan pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

d. Kewajaran adalah bahwa pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan mendapatkan perlakuan yang setara (equal) sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Akuntabilitas adalah bahwa setiap pekerjaan dilakukan sesuai fungsi dan kompetensi
 yang dimiliki secara optimal serta bertanggung jawab atas proses dan hasil pekerjaannya.

f. Responsibilitas adalah bahwa setiap pekerjaan dan kegiatan perusahaan dilakukan sesuai dengan peraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

g. Perusahaan adalah PT. Pindad (Persero).

h. Assessment adalah kegiatan pengkajian untuk mengetahui pencapaian kualitas
penerapan GCG di perusahaan.

i. Proxy adalah petunjuk untuk pembuktian terhadap pemenuhan parameter penilaian.


Maksud dan Tujuan

Pedoman penerapan GCG disusun dengan maksud sebagai pedoman dan landasan kerja bagi semua fungsi di perusahaan dalam menerapkan GCG.
Pedoman penerapan GCG disusun dengan tujuan untuk memastikan bahwa perusahaan telah melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam pengelolaannya.

PENERAPAN GCG
Mempercepat tercapainya visi, misi, tujuan dan sasaran yang ditetapkan Perusahaan.
Memberikan keyakinan kepada pemegang saham bahwa perusahaan dikelola secara
baik dan benar agar dapat memberikan hasil yang wajar dan bernilai tinggi sehingga memiliki daya saing dan daya tahan yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.

Mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan dan efisien serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian.
           
Mendorong pengelolaan resiko dan sumber daya perusahaan ke arah yang lebih efektif.
Mendorong agar setiap unsur pimpinan dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakan, dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku, serta


Contoh pelanggaran GCG (Good Corporate Gorvenence)
JAKARTA—Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai terjadi pelanggaran Good Corporate Governance (GCG) oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kala mengeluarkan (SE) No. 177/BRTI/2011   ke 10 operator telekomunikasi pada medio Oktober 2011.
SE tersebut berisikan himbauan  menghentikan penawaran konten melalui SMS broadcast, pop screen, atau voice broadcast sampai dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
“Kami melihat adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh BRTI dengan keluarnya SE tersebut,” ungkap Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa.
Menurutnya, penyimpangan terkait dengan Instruksi Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Pesan Premium. Menurut Pasal 8 KM No.36/PER/M/KOMINFO/ 10/2008, BRTI hanya dapat menuangkan produk pengaturan yang sifatnya perintah dalam bentuk Keputusan Dirjen.
Berikutnya tentang indepedensi dan profesionalitas  dimana  BRTI
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru  melibatkan pihak lain.BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten
Hal lain adalah BRTI tidak melakukan proses yang transparan kepada para pemangku kepentingan.
Para Penyelenggara Jasa Pesan Premium yang paling terkena dampak dari penerbitan SE tersebut tidak dilibatkan dalam pembahasan, termasuk dalam pembahasan revisi PM No. 1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke banyak tujuan.  Penyelenggara Jasa Pesan Premium baru dilibatkan pada saat proses evaluasi
“Mastel  berpendapat bahwa seharusnya SE BRTI tidak langsung ditujukan kepada operator telekomunikasi melainkan disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara Jasa Layanan Pesan Premium. Hal ini berdasarkan Pasal 3 PM 01/2009, bahwa Jasa Pesan Premium diselenggarakan oleh Penyelenggara Jasa Pesan Premium berdasarkan kerja sama dengan Penyelenggara Jaringan jasa teleponi dasar,” katanya.
Terakhir terkait,  Pasal 15 PM 01/2009 menyatakan bahwa pengguna berhak mengajukan ganti rugi kepada Penyelenggara Pesan Premium,  sedangkan dalam SE BRTI butir 4, tanggung jawab dari Penyelenggara Pesan Premium tidak dinyatakan.
Ditegaskannya, kasus sedot pulsa tidak akan terjadi jika ada pengawasan ketat dari BRTI. Hal ini karena  penyelenggaraan Jasa Pesan Premium diselenggarakan setelah mendapatkan izin berupa pendaftaran penyelenggaraan kepada BRTI.
“Namun sayangnya tidak pernah dilakukan evaluasi/analisa atau diseleksi oleh
BRTI. Seharusnya BRTI dapat membina dan mengendalikannya misalnya pengendalian pemberian short code,” katanya.(id)

Analisis : BRTI dalam mengeluarkan surat edaran seharusnya berisi perintah yang mengapus segala kejahatan sms konten ‘nakal’ untuk yang merugikan pihak konsumen karna tersedot pulsa. Oleh karena itu menurut saya kasus seperti ini harus lah segera diselesaikan tentunya dengan cara pembenahan tata kelola yang baik (good corporate governance). Sehingga kejahatan-kejahatan yang diakibatkan oleh minimnya sistem good corporate governance dapat segera teratasi dan tidak dapat terulang kembali. BRT juga harus dapat member solusi hal hal yang mengatur tata cara berbisnis penyedia konten tanpa harus merugikan konsumen dan juga tanpa membuat mati bisnis penyedia konten.

Sumber : www.indotelko.com